IQBAL SOSOK PEMIMPIN KULTURAL
Oleh:
M. Aidul Adha
Ketua Relawan L. Muhammad Iqbal – Indah Dhamayanti Putri
( KIBLAT)
Ekspektasi masyarakat NTB untuk menghadirkan pemimpin yang diharapkan merupakan salah satu bentuk kesadaran politik yang sudah mulai beranjak dewasa. Lahirnya pemimpin baru dan berwajah baru meruapakan sesuatu yang tumbuh secara alamiah.
Munculnya sirkulasi kepemimpinan yang dimimpikan merupakan hasil dari kontenplasi politik karena efek kejumudan. Sesungguhnya tidak ada kepuasan yang tumbuh secara objektif untuk menilai hasil dari proses kepemimpinan yang telah berjalan.
Fenomena yang tidak berimbang yang memicu adanya kekecewaan dalam menentukan arah kebijakan adalah sumber dari bergesernya arah dukungan. Disisi yang lain, indikator kepuasan dari hasil kepemimpinan dimunculkan karena berada lebih dekat dalam lingkaran kekuasaan. Sehingga akses kebijakan dengan mudah untuk didapatkan berdasarkan keinginan subjektif dan mengamankan kepentingan.
Tidak ada praktik yang keliru dalam menentukan arah kebijakan, melainkan tidak berpihaknya pemangku kebijakan terhadap sebagian instrument perjuangan yang pernah ikut terlibat memenangkan. Berbagai bentuk keritik dan tanggapan negatif akan bermunculan untuk mendistorsi kekuatan politik yang sudah berjalan.
Jika Sejarah menjadi guru kebijaksanaan, tokoh sejarahlah yang mengkongkritkan keteladanan. Sejarah pasti akan menarik kehendaknya untuk berdiri tegak dan menemukan jejaknya dalam menapaki pembaharuan.
Masyarakat NTB sedang beranjak dengan cepat dari titik kejumudan menuju titik kemajuan. Pilihannya adalah berani menghadirkan kesadaran politiknya untuk menentukan arah kepemimpinan berikutnya.
Momentum pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur adalah panggung pembuktian bahwa teriakan kekecewaan, teriakan ketimpangan harus disuarakan dengan lantang sebagai bukti adanya kehendak mayoritas untuk membalikkan keadaan.
Apa itu pemimpin kultural?
Pemimpin Kultural menurut pengertian penulis merupakan gaya kepemimpinan yang menyandarkan aspek pengetahuan, kepercayaan, suku, adat istiadat/kebiasaan yang diperoleh dari kondisi keberagaman masyarakat.
Seperti yang kita maklumi Bersama, suku mayoritas yang mendiami NTB secara umum adalah suku Sasak, suku Samawa dan suku Mbojo. Suku Sasak memiliki corak agak berbeda dengan kedua suku mayoritas tersebut. Suku Sasak di dalamnya terdiri dari tiga penganut kepercayaan besar, yaitu Islam, Hindu dan Budha, dimana dua agama ini menempati ruang begitu besar dan luas sehingga tidak ada celah untuk mendikotomikannya.
Begitu halnya dengan suku Mbojo, secara administratif suku ini menempati wilayah yang terpisah dalam struktur pemerintahan. Tetapi mereka terkonsolidasi dalam satu tatanan kesukuan yaitu suku Mbojo.
Suku Samawa relatif bersifat homogen meskipun dipisahkan oleh administrasi pemerintahan yang berbeda antara Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Atas kondisi keberagaman ini, NTB membutuhkan pemimpin yang lahir dan tumbuh dari akar budaya yang kuat. Implementasi kepemimpinannya akan mempertimbangkan perbedaan sebagai satu kekuatan untuh dalam menata arah kebijakan yang terbaik.
Jika basis budaya diperkuat maka akan tumbuh kesadaran kolektif untuk membangun provinsi NTB yang adil dalam kebinekaan. Meskipun daratannya terpisahkan oleh Selat Lombok bukan berarti peluang ketimpangan menjadi tegas dan jelas. Karena akan lahir kebijakan bukan berdasarkan mayoritas penduduk, melainkan mempertimbangkan potensi wilayah dan potensi sumber daya alam.
Basis kultural harus menjadi kekuatan, karena hadirnya berbagai persoalan disebabkan dikesampingkannya aspek kultural yang sebenarnya menjadi kekayaan lokal yang harus diapresiasi.
Euforia dukungan terhadap L. Muhammad Iqbal tampak megitu massif, karena disandarkan atas kapasitas personal yang dimilikinya.
Para pendukungnya tumbuh dan berkembang secara organik yang sedang menempati kehampaan harapan stelah sekian lama dipendam. Simpatisan ini akan tumbuh menjadi kekuatan baru sehingga menjadi Gerakan politik yang sadar akan arti pembaharuan.
Kebjiakan Berbasis Desa untuk NTB Makmur Mendunia Mayoritas masyarakat NTB berada di wilayah perdesaan dengan kekuatan kultur yang sudah tertata dengan baik.
Keragaman kultur/budaya menjadi point penting untuk optimalisasi refrensi kebijakan berbasis akar rumput. Meletakkan basis kebijakan akar rumput dengan memaksimalkan peran Pemerintahan Desa dan kelembagaan lainnya yang bernaung dibawahnya adalah bentuk implementasi kepemimpinan kultural.
Output yang akan dihasilkan adalah membangun sistem berbasis kultural dari desa untuk menghasilkan konklusi kebijakan berdasarkan sosiopolitik masing-masing wilayah.
Kekuatan ekonomi harus digerakkan dari desa dengan rancangan peta potensi masing-masing wilayah dan didukung kajian komperhensif.
Struktur masyarakat NTB yang mayoritas bergerak dibidang agraris adalah modal utama untuk membangun kekuatan ekonomi dari desa. Jargon NTB Makmur Mendunia akan menjadi antithesis bagi perindu kesejahteraan yang sekian lama belum terealisasi.
Sejalan dengan pernyataan L. Muhammad Iqbal bahwa semua persoalan sosial dimasyarakat bersumber dari masalah ekonomi. Maka menghadirkaan pemimpin yang memahami arah kebijakan dan mengerti cara mencarikan Solusi atas persoalan yang membebani masyarakat NTB.
Kemakmuran adalah cita-cita besar yang lahir dari kehendak Bersama dan harapan suluruh masyarakat NTB. Maka pasangan DR. H. L. Muhammad Iqbal dan Hj. Indah Dhamayanti Putri adalah sosok pemimpin masyarakat NTB yang mampu mengalirkan mata air kehidupan.
Selamat Datang sosok Pemimpin Kultural untuk NTB Makmur Mendunia.