Cakada Petahana, Memahami Antara Kewenangan Sebagai Pemerintah Dengan Batasannya Sebagai Calon



Opini: Cakada Petahana, Memahami Antara Kewenangan  Sebagai Pemerintah Dengan Batasannya Sebagai Calon

Oleh: Amaq Benet


Dimana dimana kalau pilkada, jika ada petahana mesti banyak disorot, sekurang kurangnya pada bagian penggunaan fasilitas negara, pengerahan ASN dan aneka jenis bansos.
 
Melihat kondisi itu jangan terlalu baperan, karena memang hal tersebut menjadi sulit dihindarka. Dalam peraturan perundang undangan, calon petahana harus mengajukan cuti paling lambat 1 hari sejak dimulainya tahap kampanye.
 
Adapun tahapan kampanye untuk penyelenggaraan Pilkada 2024 dilaksanakan selama 60 hari dimulai dari 25 September 2024 sampai 23 Nopember 2024, selama itulah maka calon petahana akan disorot keras  dalam melakukan proses kampanye dengan segala metodenya.
 
Petahana akan selesai masa cutinya seiring dengan selesainya masa kampanye, terhitung tanggal 24 Nopember 2024, dan sejak waktu itu, boleh dong petahana keliling mengecek wilayah yang dipimpinnya untuk memeriksa segala kesiapan warganya menyambut hari pemungutan suara atau pesta demokrasi.
 
Kalau anda adalah petahana itu, maka anda biasanya berpikir 1 atau 2 hari  sebelum hari H adalah hari tenang, hari dimana masyarakat dan kita semua beristirahat dulu biar fresh waktu mencoblos pilihan kita, tentu hari tenang itu dapat disi dengan kerja bakti bersih dusun, bersih desa, dibawah komando kadus dan kades, ceria bersama bikin dapat dapur umum, potong bebek kalau tidak sapi. Sepanjang tidak dimaknai hari tenang sama dengan hari kenyang.
 
Giat lain yang biasa dilakukan petahana berkoordinasi dengan kepala dinas, camat, kades, kadus. Termasuk ikut mengecek kesiapan penyelenggara terutama mengenai logistik kebutuhan pemungutan suara. Lalu calon yang bukan dari unsur petahana boleh nggak? Dalam konteks ini nampaknya hanya petahana yang memiliki otoritas pada tugas dimaksud.
 
Mengapa demikian, karena memang pemerintahan itu tidak boleh kosong, jadi menilai Cakada petahana nampaknya perlu lebih detil memahami antara kewenangannya sebagai pemerintah dengan batasanya sebagai calon.
 
Itulah mengapa, seringkali laporan dugaan pelanggaran terhadap petahana berakhir dengan kesimpulan tidak terbukti alias tidak memenuhi unsur pelanggaran.
 
Jadi menjadi lawan petahana, betul betul menjadi tantangan luar biasa menantang. Harus peras otak, olah taktik, tidak melulu menyorot penggunaan fasilitas negara tetapi juga menguji clean governance-nya, apakah ada indikasi korupsi, gratifikasi, kolusi kolega, nepotisme jabatan kroni keluarga. Janji politik terdahulu.
 
Demikian juga dengan petahana, mesti luwes dan terbuka menceritakan keberhasilannya, menampung aspirasi sedang proses ditepati dan belum di tepati.
 
Akhir kata mari berhitung berapa putra putri terbaik didaerah kita masing masing yang maju sebagai cakada berikhtiar untuk dapat memberikan yang terbaik untuk kita rakyat yang merindukan kesejahteraan.