Foto: NOL KILOMETER : Bupati Lombok Barat terpilih H. Lalu Ahmad Zaini (LAZ) berfoto di depan plang informasi nol kilometer kawasan wisata Bangko Bangko Sekotong.
Oleh : Rasinah Abdul Igit
(Pemerhati ppariwisata)
“ Ayo kita jajal. Kalau enggak menjajalnya bagaimana kita tau kondisi sebenarnya?” kata Bupati Lombok Barat terpilih H. Lalu Ahmad Zaini (LAZ) begitu sampai di ujung jalan beraspal di Dusun Selegong Desa Batu Putih Kecamatan Sekotong di hari yang cerah, Senin (3/2). Sekitar 3 kilometer dari masjid dusun setempat dengan menyusuri jalan tanah bebatuan dan di sana-sini terdapat kubangan lumpur, terdapat pantai yang indah. Namanya Pantai Bangko Bangko. Ini adalah pantai paling ujung Lombok Barat di barat Daya. Dari pantai ini Nusa Penida yang masuk Kabupaten Klungkung Bali terlihat sangat dekat.
Desert Point Bangko Bangko telah lama menjadi sorga peselancar. Di bulan-bulan tertentu seperti Mei- Oktober, banyak peselancar datang menantang ombaknya yang ganas. Sebagian besar mereka adalah turis yang ‘stay’ di Bali. Pagi hingga siang mereka menikmati pantai ini, sore hari mereka balik ke Bali. Setiap hari demikian.
Bagi wisatawan, melewati jalur darat dari Sekotong tentu butuh pertimbangan matang. Akses jalan buruk. Dari Selegong hingga pantai tempat banyak nelayan memarkir perahu, kendaraan akan banyak berguncang karena medan. Jika memilih ke desert point, medannya lebih berbahaya lagi. Ada medan perbukitan yang harus dilalui.
Kondisi jalan adalah salah satu kendala menuju pantai indah ini. Oke, LAZ mencatat berkomitmen mewujudkan perbaikannya. Meski syarat mengaspal jalan ini tidak mudah. Jalan ini masuk kawasan hutan yang dikelola Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), unit pelaksana teknis di Kementerian Kehutanan RI. “ Kita akan berusaha mendapatkan izinnya. Potensi besar ini harus didukung oleh infrastruktur yang bagus,” ungkap LAZ.
Klaster Infrastruktur jalan adalah satu dari beberapa masalah di balik hingar-bingar menjadikan Sekotong sebagai destinasi wisata unggulan Lombok Barat bersama Senggigi. Sekotong punya gili-gili yang mempesona, punya view pantai yang menggoda, tapi sering terhalang oleh sulitnya akses pengunjung.
Tidak saja menuju Bangko Bangko, akses jalan menuju kawasan pantai Meang hingga Nambung yang masuk Desa Pengantap tidak memadai. Ini adalah jalan provinsi dan tidak pernah mendapat sentuhan.
Kedua, keamanan berinvestasi. Isu keamanan selalu menjadi penghambat Sekotong berkembang dengan cepat.
Keamanan yang saya maksud di sini adalah keamanan menyangkut status lahan, keamanan ekologis dan keamanan administratif (perizinan).
Pertama, menyangkut keamanan status lahan, ada banyak calon investor yang memilih mundur begitu tau banyak problem lahan di Sekotong. Ada titik lahan yang sertifikatnya dobel seperti di Belongas. Ada gesekan antara warga dengan perusahaan seperti di Pengawisan hingga Pantai Elak Elak. Ada juga perseteruan antar pemerintah daerah menyangkut batas wilayah di kawasan Pantai Nambung. Jaminan keamanan status lahan harus segera ditangani.
Keamanan ekologis. Di mana-mana pariwisata itu paling sensitif dengan isu pencemaran lingkungan. Selain pariwisata, Sekotong dikenal sebagai wilayah tambang emas. Pusat tambang ada di Sekotong tengah, baik tambang yang dikelola perusahaan besar seperti PT Indotan, maupun tambang yang dikelola oleh warga secara berkelompok maupun individu. Tambang legal berkelindan dengan tambang ilegal. Lalu pencemaran lingkungan terjadi dan mencemarkan pariwisata.
Bagi LAZ, saat diwawancarai wartawan di banyak kesempatan, menegaskan bahwa masalah tambang di Sekotong harus dilihat secara utuh, tidak boleh parsial. Tidak boleh sepotong-sepotong. Di satu sisi tambang telah menjadi pendongkrak ekonomi utama di daerah ini. Menutup aktivitas tambang bukan solusi yang tepat. Yang paling rasional adalah menata tambang. Misalnya dimulai dari korporasi dulu. Korporasi harus dipastikan melakukan aktivitas tambang dengan konsep green mining, konsep tambang yang berlandaskan wawasan lingkungan yang menyangkut keseimbangan ekosistem, pengamanan limbah dan dan penanganan pascatambang.
Korporasi nantinya menularkan konsep tambang hijau ke warga yang menangani areal tambang rakyat. Penataan bisa menjadi solusi yang bisa mengakomodir semua kepentingan. Masyarakat tidak was-was dengan mata pencaharian mereka, sementara ekostistem juga diperhatikan.
Bagaimana hubungannya saat berhadapan dan pariwisata? Saya setuju dengan wacana pemekaran Sekotong berbasis klaster potensinya. Masyarakat juga banyak yang menyuarakan hal ini.
Secara geografis, luas wilayah Sekotong 529,38 km persegi (data BPS). Luas Sekotong hampir separuh dari total luas Lombok Barat. Di bawahnya baru menyusul Narmada, Lingsar dan Gunung Sari.
Dari peta potensi yang ada, konsentrasi pariwisata terdapat di sekotong bagian barat dimulai dari kawasan Batu Kijuk hingga Bangko- Bangko yang meliputi kawasan gili, serta dari garis Mekaki hingga Nambung.
Pemekaran kecamatan akan membuat fokus pengembangan Sekotong semakin terarah. Klaster potensi akan menjadi acuan pemerintah daerah.
Sekotong bagian barat dengan ibu kota kecamatan di Pelangan, bisa difokuskan ke warna pariwisata total. Kualitas SDM warga di sini memadai. Mereka benar-benar menjadikan pariwisata sebagai sumber kehidupan.
Sementara Sekotong bagian tengah dan timur menjadi kecamatan sendiri dengan potensinya sendiri seperti tambang, industri, jasa dan lain-lain.
Pemekaran kecamatan ini disambut antusias oleh warga. Sahnil (45), warga Batu Kijuk, mendukung penuh rencana pemekaran ini karena dari segi syarat jumlah desa juga sudah terpenuhi.
Andi (45), warga Pelangan, juga sangat setuju. Baginya pemekaran akan semakin mendekatkan pelayanan terhadap masyarakat. Sejumlah kelompok masyarakat juga mendukung pemekaran ini.
“ Kita tangkap semangat warga ini. Ini akan menjadi pertimbangan kita," ungkap LAZ mengomentari wacana ini.
Terakhir adalah keamanan administratif perizinan. Faktanya, investasi di daerah ini dibayang-bayangi oleh urusan sistem perizinan yang melelahkan. Pariwisata butuh piranti yang bernama elastisitas. Investasi secara umum juga menghendaki syarat demikian. Perizinanan yang cepat dan transparan adalah kunci utama menghidupkan investasi secara umum dan pariwisata secara khusus. Kemudahan berinvestasi akan memajukan Sekotong. Tetapi juga, kemudahan izin harus disertai dengan kedisplinan menegakkan aturan.
Misalnya soal sanksi kepada investor nakal yang setelah mendapat izin justru menelantarkan lahannya. Dokumen izin yang didapat di Lobar justru dipakai sebagai agunan kredit bank untuk membangun di daerah lain. Kasus seperti ini banyak di Lombok Barat. Butuh ketegasan untuk menertibkannya.(*)